Parenting

Cara Melihat Perkembangan Psikologi Religi Anak

Psikologi Religi Anak – Mari kita simak pembahasan tentang perkembangan anak. Anak meningkat dan mengalami aneka macam pertumbuhan di aneka macam faktor phisik dan phisikisnya. Pemahaman anak terhadap agama di lingkungannya, juga mensugesti kemampuannya untuk berkembang sesuai dengan jiwa keagamaan pada diri anak tersebut.

Di sekolah maupun di rumah, peran orang renta dan guru sangat memastikan, sejauh mana anak mendapatkan dengan kesanggupan dan perkembangan pikiran mereka tentang desain agama dan Ketuhanan sesuai dengan agama yang mereka anut. 

Pengertian Ilmu Jiwa Agama

1. Psikologi Agama

Ilmu jiwa agama atau psikologi agama berasal dari kata ilmu (logos) dan agama. Yang dimaksud dengan ilmu yakni wawasan yang diperoleh secara ilmiah (metode ilmiah), dimulai dengan berfikir rasional, teoritis dan dibuktikan menurut realita di lapangan (empiris).

Pengertian Jiwa (psyche) adalah gejala-tanda-tanda jiwa yang nampak dalam bentuk perilaku. Gejala jiwa tersebut contohnya berfikir, perasaan (emosi), sikap, minat, motivasi, perhatian, respon, dan lain sebagainya.

Psikologi  agama  merupakan  cabang  psikologi  yang  meneliti  dan mempelajari tingkah laku manusia dalam kekerabatan dengan imbas kepercayaan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan pertumbuhan usia masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingkah laris keagamaan tersebut dijalankan melalui pendekatan psikologi.

Penelaahan tersebut merupakan kajian empiris. Agama yakni mempercayai adanya kekuatan kodrat yang maha menangani, menguasai, membuat dan memantau alam semesta dan yang telah menganugrahkan insan sebuah watak rohani, supaya insan mampu hidup infinit setelah mati (N. Razak , 1981).

Agama Islam yaitu agama yang diturunkan Allah terhadap para rasul-Nya, sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad SAW.

Dari seluruh anutan yang dibawa para Rasul yang berlaku yakni agama yang dibawa nabi terakhir yaitu nabi Muhammad SAW mirip tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang shohih berbentuk perintah, larangan dan petunjuk untuk kemakmuran ummat insan di dunia dan di darul baka.

2. Ilmu Jiwa Agama

Ilmu jiwa agama yakni ilmu yang meneliti imbas agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau prosedur yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laris yang tidak mampu dipisahkan dari keyakinannya, sebab kepercayaan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.

Unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidak mempunyai arti mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga penting sebab rohani sangat memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya dalam beribadah terhadap Allah. Seorang mustahil sampai terhadap Allah dan beramal dengan baik dan tepat selama jasmaninya tidak sehat.

Ilmu jiwa agama mempelajari manusia dengan pendiriannya terhadap terhadap agama, atau manusia beragama yang hidup dan berinteraksi dengan lingkungannya, mirip pengaruh akidah dengan tingkah laris manusia, pengalaman keagamaan, aturan-aturan lazim yang menerangkan prosedur tingkah laris insan, kepribadian seseorang yang beragama dan gejala empiris lain dari kehidupan orang yang beragama.

Obyek psikologi agama ialah gejala kehidupan beragama yang mampu dihayati atau yang dapat diamati secara manusiawi, yaitu antara lain, cara bekerjasama dengan Allah, penyerahan diri kepada Allah, motivasi, pikiran, perasaan dan yang bekerjasama dengan sikap keagamaan.

Psikologi agama tidak memperlajari ihwal zat Allah, wahyu, malaikat, jin, setan, roh dan semua rancangan kerohanian yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra.

Berbicara kemajuan jiwa agama pada seseorang kebanyakan diputuskan  oleh  pendidikan,  pengalaman  dan  latihan-latihan  yang dilaluinya pada masa kecilnya  dahulu. Seorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya.

Lain halnya dengan orang yang di waktu kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, contohnya ibu-bapaknya orang yang tahu beragama, lingkungan sosial dan sahabat-temannya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama, secara sengaja di rumah, sekolah dan masyarakat.

Maka orang-orang itu akan dengan sendirinya menjurus kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan mampu mencicipi  betapa nikmatnya hidup beragama.

Perkembangan Jiwa Anak Umur 1 – 12 tahun

cara melihat perkembangan psikolog religi anak
Aishwa Nahla

1. Masa Balita (1-5 tahun )

Pada masa ini anak mulai berbagi dirinya mengenal dan menguasai sekelilingnya dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Anak mulai bermimpi; bangku dipakai selaku mobil-mobilan, sapu sebagai kuda-kudaan.
  2. Anak mulai memalsukan sikap perilaku orang lain, meniru tangis orang, menjiplak orang menyanyi, menari, sering dikatakan anak sedang lucu-lucunya.
  3. Ia mulai mampu membedakan dan membandingkan ukuran, keindahan/kebagusan : Yang kecil, lebih kecil dan terkecil. Yang indah, lebih indah dan terindah
  4. Anak mulai mengerti batas-batas yang diberikan oleh orang lain (boleh tidak, baik jelek dan sebagainya).
  5. Anak kemudian masuk dalam masa mengajukan pertanyaan: Apa ini ? Apa itu, mengapa, bagaimana. Meskipun sudah dijelaskan masih mengajukan pertanyaan terus. Suka menagih janji yang tidak ditepati.
  6. Anak berpusat pada akunya (egosentrik).
  7. Mengaggap semua barang menjadi miliknya, minta selalu diamati dan dilayani. Mementingkan diri sendiri tidak mau menyerah, suka merebut. Masa ini disebut juga masa bandel , masa kemratu-ratu (seperti ratu), masa krisis, karena pendiriannya sukar dipeggang, berubah-ubah dan suka menentang. Secara tidak sadar tak maumandi pada waktunya, dan bermain pada dikala tidur siang. Dikenal selaku masa antisipasi masuk sekolah.
  8. Perkembangan selanjutnya, anak tidak sabar menanti pelaksanaan janji, contohnya problem perlindungan hadiah, ajak pergi liburan, ia akan menanyakan kapan dan senantiasa menagih.
  9. anak tidak terlampau menghiraukan pertentangan dan seperti tidak ada dendam, habis tabrak eksklusif berdamai.

2. Masa Anak Memiliki Perasaan Tajam/Intuisi (5-7 tahun)

Pada masa ini anak mempunyai perasaan tajam atau intuisi di usia 5-7 tahun, dengan ciri-ciri selaku berikut :

  1. Bahasa sosial mulai meningkat, ia sudah mampu berbicara dengan ibunya, temannya, bahkan dengan bonekanya.
  2. Bahasa dipergunakan sebagai alat berkomunikasi dengan orang lain, ia mulai mampu mengajukan pertanyaan jawab. Mulai mampu mengajukan pertanyaan : Apa itu bu ? Mengapa api panas, dan seterusnya. Tetapi ia bisa menjawab pertanyaan, contohnya : bila ditanya namanya.
  3. Khayalan masih terus meningkat
  4. Berbicara dengan bonekanya dan bahagia menyimak dongeng , bercerita-dongeng imajinasi dan bohong-bohongan.
  5. Mulai mengerti dan mengenal simbol abjad, angka dan tanda-tanda contohnya 2 = jumlahnya dua
  6. Mampu membedakan ukuran, warna yang bertentangan. Besar lawannya kecil.
  7. Mulai berfikir logis (wajar), kecerdikan dan akal budi mulai berkembang 2+2=4. Pisang 3 buah dibagi kepada 3 temannya.

3. Masa berpikir konkrit (menurut realita 6-12 tahun)

Masa perpikir konkrit ini menurut realita 6-12 tahun dengan ciri-ciri selaku berikut :

  1. Mampu melakukan pekerjaan sendiri, melaksanakan dan menuntaskan kebutuhannya sendiri contohnya menggunakan baju sendiri, makan sendiri dan seterusnya.
  2. Mampu memcahkan problem, contohnya berusaha memperbaiki mainannya yang rusak, memilih baju.
  3. Mulai mampu membedakan sifat-sifat benda, misalnya gula itu manis, kopi pahit, garam asin.
  4. Mampu mengolong-golongkan ini rumah, ini taman, pria atau perempuan
  5. Mulai mempunyai dan mengenal dasar norma peraturan yang berlaku, contohnya bila tidak mencar ilmu akan dimarahi ibu.
  6. Mulai bisa berdiskusi : mangapa insan perlu makan, mengapa perlu tidur siang, mengapa bangkit harus tepat waktu.
  7. Mulai mampu menciptakan sebuah kreasi/sesuatu mainan, misalnya : membuat mainan sendiri, bikin mainan melipat-lipat kertas, bikin sesuatu dari tanah liat.
  8. Mulai bisa berfikir masuk akal, menyusun kalimat yang betul, meminta makan pada waktunya. Mengamati dan menanyakan benda-benda sekelilingnya secara teliti. Berfikir secara logis mengapa benda bisa jatuh. Kadang-kadang mempertanyakan kebenaran kisah-cerita/dongeng-dongeng yang pernah didengarnya.

Pertumbuhan Jiwa Keagamaan Pada Anak

cara melihat perkembangan psikolog religi anak
cara melihat perkembangan psikolog religi anak

1. Pengalaman Ketuhanan Bersifat Afektif, Emosional dan Ego-sentris

Pertumbuhan jiwa agama pada diri anak serempak dengan kesadaran anak mengenal alam sekitar, yakni melalui kekerabatan emosional secara otomatis dengan orang tuanya, anggota keluarga yang lain.

Hubungan emosional yang diwarnai kasih sayang, kemesraan antara orang tua dan anak dibawah umur menyebabkan proses kenali bagi anak, yakni proses penghayatan dan peniruan secara tidak sepenuhnya disadari anak terhadap sikap orang renta.

Orang bau tanah merupakan tokoh idola bagi anak.Sehingga apa yang diperbuat orang renta akan ditiru oleh anak. Anak menghayati Tuhan lebih dari selaku pemuas impian dalam imajinasi yang bersifat egisentris. Pusat segala sesuatu bagi anak ialah dirinya sendiri, sesuai dengan kepentingan, cita-cita dan keperluan biologis anak.

Anak jikalau disuruh berdoa, ia akan berdoa untuk kepentingan dirinya sendiri, misalnya memohon kepada Tuhan agar diberi mainan, makanan, dan kebutuhan biologis yang bersifat realistis dan sifatnya segera.

Oleh sebab itu dalam penanaman keagamaan kepada anak hendaknya ditekankan pada pemuasan kebutuhan afektif.  Menanamkan jiwa keagamaan (agama Islam) pada diri anak dengan meningkatkan penghayatan bahwa Tuhan Maha Esa, Maha Pemberi rezeki (masakan, busana, dan kenikmatan lain).

Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pelindung, Pemberi Rasa Aman dan Tentram, dan Pemuas kebutuhan alam perasaan anak. Penanaman jiwa keagamaan tersebut juga berlaku di sekolah taman kanak-kanak yang dilakukan oleh guru Taman Kanak-kanak.

Latihan menghafal doa-doa, ibadah, dan penanaman kegiatan keagamaan lainnya dilaksanakan dalam rangka menanamkan emosi keagamaan anak.

Oleh karena itu orang renta dan guru disekolah mesti bersikap selaku orang yang pengasih, penyayang, pelindung, pemuas kebutuhan emosional anak.

2. Keimanan bersifat magis, Anthropomorphis meningkat kearah Realistis.

Keimanan anak kepada Tuhan belum merupakan keyakinan yang bersifat obyektif, namun lebih merupakan kepingan dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwa akan kasih sayang, rasa aman, dan kenikmatan jasmaniah.

Tuhan dihayati secara konkret sebagai pelindung, pemberi kasih sayang dan pemberi kekuatan Gaib.

Kadang-kadang anak mempercayai seseorang yang mempunyai kekuatan mistik, benda magis, sebab memperoleh dari Tuhan, yang mampu dipakai untuk menangkal bahaya, pembawa kenyamanan, pelindung diri, pengasihan, dan lain sebagainya.

Anak ingin mempunyai kekuatan mirip mukjizat yang pernah diterima para Nabi dan Rasul yang dapat digunakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan dan keinginannya yang bersifat egosentris, konkrit dan secepatnya.

Anak menghendaki kekuatan dan keistimewaan tersebut tanpa usaha yang ulet dan tabah. Ajaran keimanan yang diberikan orang tua dan guru belum betul-betul dihayati dan belum merupakan potongan dari sentra pemikirannya.

Penerimaan akan adanya Tuhan mampu menenangkan jiwanya dan menjadikan kesiapan anak menghadapi tantangan dari lingkungan.

Dengan bertambahnya umur anak, pemikiran anak yang bersifat tradisional konkrit beralih pada nilai wujud atau keberadaan hasil observasi. Pemikiran ketuhanan makin menuju pada kebenaran yang diajarkan orang bau tanah dan guru.

Pengamatan kepada Tuhan yang tadinya bersifat konkrit emosional menjadi cara merespon bahwa Tuhan selaku pencipta dan Pemelihara.

Hubungan dengan Tuhan mulai disertai dengan pemikiran dan logika. Tuhan selain mencipta dirinya juga mencipta alam semesta dan semua isinya, serta melimpahkan rahmatnya kepada semua makhluk.

Dengan kepercayaan bahwa rahmat Tuhan tidak terbatas, dapat membuat anak mampu menyelenggarakan kekerabatan yang serasi dengan dunia luar. Anak mulai sungguh-sungguh beriman dan mulai kepincut bahwa Tuhan selaku pencipta alam semesta.

Sejalan dengan fungsi kognitif anak, dalam mengamati sesuatu bersifat physiognomis yaitu menilai sesuatu mempunyai kehidupan spritual denga dilanjutkan dengan personifikasi yaitu memanusiakan seseuatu yang bukan manusia.

Kecendrungan personifikasi ini dapat membawa sianak pada tanggapan anthropomorphis terhadap Tuhan. Tuhan diberi ciri mirip manusia.

Kalau guru mengatakan Tuhan Maha Melihat, anak akan membayangkan betapa besarnya mata Tuhan. Baru sesudah anak bisa berfikir abstrak dan logik anak akan mengerti bahwa Tuhan itu tidak dapat ditangkap oleh pancaindra dan mustahil dibayangkan oleh imajinasi fikiran.

3. Peribadatan Anak Merupakan Tiruan dan Kebiasaan Yang Kurang Dihayati

Anak yang sebelumnya perhatiannya tertuju pada dirinya, mulai umur 6 – 12 tahun lambat laun mulai tertuju pada dunia luar terutama para orang-orang yang ada disekitarnya.

Anak mulai menjadi makhluk sosial, mulai mematuhi aturan-aturan, tata krama, sopan santun dan tata cara berperilaku laris sesuai dengan lingkungan di rumah dan di sekolah. Pada usia 6-12 tahun ini tumbuh sosialisasi, disiplin dan kesadaran moral anak.

Dengan penanaman moral agama dan disiplin, perhatian anak pada kehidupan beragama makin berpengaruh. Penanaman keIslaman, imanan, ibadah, syariah, dan budi bahasa Islam, tidak lagi merupakan imajinasi, namun merupakan keharusan moral yang dibutuhkan untuk mengekang diri dari perbuatan yang dilarang dan mendorong untuk melakukan kebaikan dan kebenaran sesuai dengan yang diperintah agama.

Tuhan tidak cuma dianggap sebagai pemuasan emosional, namun juga sebagai hakim Yang Maha Adil sebagai kewajiban dalam kehidupan bermoral.

Semua ibadah seperti membaca syahadat, sholat, puasa dan berdoa yang bermula menjiplak orang bau tanah dan guru lambat laun dilaksanakan dengan penghayatan dan dijalankan dengan keseriusan.

Pada hasilnya anak beragama, beribadah dan berdoa benar-benar mencari ridho Allah dan akan memohon pertolongan Allah dalam menghadapi banyak sekali kesukaran yang dihadapi.

Anak karenanya meyakini bahwa kehidupan yang terbaik ialah orang mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangannya, dan ia akan berupaya menyesuaikan dirinya denga fatwa dan kehendak Allah SWT.

Demikianlah perihal pertumbuhan jiwa keagamaan pada anak. Semoga goresan pena ini berguna untuk mengerti perkembangan anak, khususnya dari sisi pertumbuhan jiwa keagamaan pada anak.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button